Deposisi Asam
KIMIA LINGKUNGAN
DEPOSISI ASAM
A. Latar Belakang
Deposisi asam merupakan salah satu masalah lingkungan yang timbul karena pengaruh pencemaran oksida yang berasal dari peningkatan penggunaan bahan bakar fosil. Senyawa pencemar yang berkontribusi besar dalam pembentukan deposisi asam adalah sulfur dioksida dan oksida-oksida nitrogen. Apabila sulfur dioksida dan oksidaoksida nitrogen bereaksi dengan air hujan, maka akan menghasilkan senyawa yang bersifat asam kemudian jatuh ke bumi sebagai deposisi asam. Air hujan yang sifatnya asam apabila jatuh di permukaan darat (inland aquatic) atau pun danau akan mengganggu perkembangbiakan makhluk hidup di dalamnya. Pada tahap ekstrim, asidifikasi perairan akibat deposisi asam ini mampu memusnahkan mikroorganisme (Lestari et al., 2019).
Polutan asam dapat dihilangkan dari atmosfer melalui deposisi basah (wet deposition) dan deposisi kering (dry deposition). Deposisi basah (wet deposition) mengacu pada hujan asam, kabut dan salju. Apabila polutan asam di udara terbawa ke daerah-daerah dengan cuaca basah, maka asam dapat jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju maupun kabut. Hujan asam dapat terjadi apabila pH air hujan kurang dari 5,6, hal ini dapat mempengaruhi makhluk hidup dan benda-benda lain. Deposisi asam yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup serius terhadap ekosistem air, tanah, dan juga dapat merusak bangunan (Dubey, 2013). Sedangkan, deposisi kering (dry deposition) terjadi pada saat cuaca berawan dan tidak hujan. Deposisi kering terjadi melalui proses pengendapan, adsorpsi dan impaksi. Nitrogen oksida dan sulfur oksida masuk ke atmosfer melalui angin dan terdeposisi pada pohonpohon, gedung-gedung, serta dalam sistem pernapasan manusia. Deposisi kering ini mengacu pada proses jatuhnya asam ke bumi melalui gas dan debu. Deposisi kering sendiri lebih banyak terjadi di daerah perkotaan karena banyaknya pencemaran udara yang bersumber dari cerobong asap pabrik dan kendaraan (Ceron et al., 2012).
B. Pengertian Deposisi Asam
Suatu perubahan kualitas udara disebabkan oleh masuknya polutan- polutan yang berasal dari berbagai sumber ke dalam atmosfer, yang pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan lingkungan dan makhluk hidup. Salah satu dampak dari pencemaran udara adalah hujan asam atau deposisi asam. Deposisi asam adalah suatu bentuk pengendapan atau pelarutan jenis-jenis gas yang bersifat asam di atmosfer. (Lilik S, 2019).
Gas yang berkontribusi besar terjadinya deposisi asam yaitu gas SO2 dan NO2. Deposisi asam yang berasal dari kedua gas tersebut secara umum di sebut dengan deposisi asam sulfur atau deposisi asam nitrit. Emisi gas SO2, NO2 dan NH3 dari kegiatan manusia mengalami peningkatan yang pesat sejak tahun 1970 (L. Duan, 2016). Setelah terjadinya proses pembakaran, gas polutan akan terdispersi dan terbawa hingga ratusan kilometer. Polutan tersebut akan hilang dari atmosfer melalui deposisi basah serta deposisi kering. Deposisi basah yaitu hujan asam, kabut, dan salju, sedangkan deposisi kering yaitu asam gas dan partikel di udara bebas (M. Wondyfraw, 2014).
C. Dampak Deposisi Asam
Pencemaran oksida yang berasal dari proses pembakaran bahan bakar fosil dari kegiatan industri, pembangkit tenaga listrik, dan kendaraan bermotor yang melepas gas buang ke udara atau yang terbawa angin ke atmosfer menimbulkan fenomena alam yang biasa disebut deposisi asam. Deposisi ada tiga jenis, yaitu deposisi asam, deposisi bawah, dan deposisi kering (Handriyono & Dewi, 2018). Deposisi asam merupakan salah satu isu lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran udara yang terjadi akibat peningkatan penggunaan bahan bakar fosil. senyawa pencemar pembentuk deposisi asam adalah sulfur dioksida (SO2) dan oksida-oksida nitrogen (NOx). Ketika SO2 dan NOx bereaksi dengan air hujan maka akan menghasilkan senyawa yang bersifat asam, dan jatuh ke bumi sebagai proses deposisi asam (Lestari, et al., 2019).
Dampak yang dapat ditimbulkan dari deposisi asam menurut MENLHK (2009) antara lain sebagai berikut :
1. Dampak terhadap Ekosistem Perairan pH air sungai atau danau yang bersifat asam akan mengganggu keberlangsungan kehidupan organime air yang hidup. Hal tersebut dapat terjadi karena pH air yang terlalu asam akan mengganggu proses perkembangbiakan bahkan dapat mengakibatkan kematiaan pada spesies.
2. Dampak terhadap Kesehatan Manusia Gas-gas polutan seperti yang disebutkan diatas (NOx dan SO2) dapat mengganggu kesehatan manusia seperti pada gangguan pernafasan dan penyakit kronis seperti serangan jantung.
3. Dampak terhadap Tanah Kondisi biologi dan kimia tanah dapat dirusak oleh hujan asam. Beberapa spesies mikroba tidak dapat mentolerir pH yang rendah. Kimia tanah dapat berubah drastis ketika kation basa seperti kalsium dan magnesium, diuraikan oleh hujan asam sehingga dapat mempengaruhi beberapa jenis spesies yang sensitif, seperti tanaman Acer saccharum.
4. Dampak terhadap Vegetarian dan Hutan Dampak yang ditimbulkan terhadap vegetasi dan hutan mungkin tidak langsung berkaitan dengan hujan asam, seperti pada kondisi tanah. Dampak deposisi asam terhadap vegetasi hutan dapat dilihat secara bertahap, deposisi asam dapat mengakibatkan kondisi asam pada tanah sehingga akan mempengaruhi metabolisme jaringan tumbuhan maupun spesies yang membantu menyuburkan tanah seperi cacing atau mikroba lain. Gangguan tersebut dapat berpengaruh pada sel-sel tumbuhan sehingga menimbulkan penyakit seperti penyakit kuning.
5. Dampak terhadap Rantai Makanan dan Keanekaragaman Hayati Kandungan asam yang terlalu tinggi dalam tanah akan memusnahkan mikroorganisme dalam tanah yang kemudian akan berkembang menjadi gangguan sistem rantai makanan yang lebih luas.
6. Dampak terhadap bangunan Hujan asam dapat menyebabkan kerusakan pada bahan bangunan dan monumen bersejarah. Hal ini terjadi ketika asam sulfat bereaksi dengan senyawa kalsium yang ada di batu kapur, marmer, dan granit dalam bahan bangunan yang kemudian membentuk serpihan-serpihan. Selain itu juga dapat mempercepat terjadinya korosi pada material besi.
D. Pengukuran Polutan Penyebab Deposisi Asam
Deposisi asam terjadi ketika polutan seperti sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) bereaksi dengan air dan partikel di udara untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat, yang kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam, salju, kabut asam, atau partikel-partikel yang mengendap. Untuk mengukur polutan penyebab deposisi asam, ada beberapa instrumen yang dapat digunakan, di antaranya:
● Pengukuran langsung: polutan dapat diukur langsung dengan menggunakan alat pengukur yang sensitif, seperti analisis spektroskopi atau analisis kromatografi. Contoh alat pengukur langsung adalah spektrofotometer ultraviolet-visible (UV-Vis) untuk mengukur SO2 dalam udara, Spektrometri massa untuk mengidentifikasi dan mengukur konsentrasi berbagai polutan dalam udara, termasuk SO2 dan NOx, dan kromatografi gas untuk mengukur konsentrasi SO2, NOx, dan partikulat.
● Pengukuran indikator: beberapa indikator dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi polutan seperti pH, keasaman, dan alkalinitas. Indikator pH dapat digunakan untuk mengukur tingkat keasaman dari air atau tanah, sementara alkalinitas dapat digunakan untuk mengukur tingkat kebasaan. Kedua indikator ini dapat memberikan petunjuk adanya deposisi asam. Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel air dan mengukur pH nya. pH yang rendah menunjukkan adanya polutan penyebab deposisi asam yang masuk ke dalam air.
● Pengukuran konsentrasi polutan dalam udara: konsentrasi polutan dalam udara dapat diukur menggunakan alat pengukur seperti monitor partikulat dan detektor gas. Monitor partikulat dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi partikel halus yang terkandung dalam udara, sedangkan detektor gas dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi gas seperti SO2 dan NOx. Data dari monitor udara digunakan untuk memahami pola penyebaran polutan di udara dan untuk memonitor perubahan dalam konsentrasi polutan dari waktu ke waktu.
● Pengukuran konsentrasi polutan dalam air: konsentrasi polutan dalam air dapat diukur menggunakan alat pengukur seperti konduktivitas dan turbiditas. Konduktivitas dapat digunakan untuk mengukur tingkat konduktivitas listrik air, yang dapat memberikan petunjuk adanya kandungan ion seperti SO2 dan NOx. Turbiditas dapat digun akan untuk mengukur kekeruhan air, yang dapat memberikan petunjuk adanya partikel halus.
● Pemodelan: pemodelan digunakan untuk memprediksi polutan yang akan dilepaskan oleh sumber emisi dan polutan yang akan terendapkan di suatu daerah. Pemodelan ini melibatkan berbagai faktor seperti kondisi meteorologi, topografi, dan karakteristik polutan. Dalam pengukuran polutan penyebab deposisi asam, penting juga untuk memperhatikan lokasi pengambilan sampel. Pengambilan sampel harus dilakukan di lokasi yang mewakili kondisi di wilayah yang ingin diukur, seperti di dekat sumber polutan atau di wilayah yang terkena dampak dari deposisi asam.
E. Batas Ambang Polutan penyebab Deposisi Asam
Batas ambang polutan penyebab deposisi asam tergantung pada jenis polutan yang dimaksud dan sumbernya. Namun, secara umum, batas ambang polutan penyebab deposisi asam ditetapkan oleh pemerintah dan organisasi lingkungan internasional seperti World Health Organization (WHO) dan Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat. Beberapa contoh batas ambang polutan penyebab deposisi asam yang umum adalah:
● Partikel debu halus (PM2.5): Batas ambang yang disarankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 10 mikrogram per meter kubik (μg/m³) rata-rata tahunan, dan 25 μg/m³ rata-rata harian.
● Nitrogen dioksida (NO2): Batas ambang rata-rata tahunan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) adalah 53 parts per billion (ppb).
● Sulfur dioksida (SO2): Batas ambang rata-rata tahunan oleh EPA adalah 0,03 ppm atau ebesar 75 ppb (part per billion) atau setara dengan 191 µg/m3 dalam rata-rata 1 jam.
● Sulfat (di air): Batas ambang sulfat di air yang aman bagi kehidupan akuatik adalah 100 mg/L.
● Nitrat (di air): Batas ambang nitrat di air yang aman bagi kehidupan akuatik adalah 10 mg/L.
● pH (di air): Batas ambang pH di air yang aman bagi kehidupan akuatik adalah antara 6,5 dan 8,5. Namun, perlu diingat bahwa batas ambang pengukuran polutan penyebab deposisi asam tidak selalu sama di seluruh dunia dan dapat berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor seperti jenis industri, transportasi, dan kebijakan lingkungan yang diterapkan oleh suatu negara atau wilayah.
F. Alternatif Solusi terkait Deposisi Asam
Hal alternatif solusi yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak deposisi asam yakni:
1. Melakukan prinsip 3R ( Reduce, Reuse, Recycle )
2. Meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya alam
3. Mengurangi atau mencegah pembakaran sampah dan hutan
4. Mengurangi dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi
5. Pemenuhan standar baku mutu emisi udara dan peraturan lingkungan
6. Mengganti teknologi produksi dengan teknologi yang ramah lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Ceron, R. M., et.,al. (2012). Atmospheric dry deposition in the proximity of oil-fired power plants at Mexican Pacific coast. Journal of Environmental Protection, 3(9), 1228- 1237.
Dubey, S. (2013). Acid Rain-The Major Cause of Pollution: Its Causes, Effects and Polution. International Journal of Scientific Engineering and Technology, 2(8), 772-775.
Handriyono, R.E., dan Dewi, A.W.S. (2018). Kajian deposisi asam di kawasan Surabaya Timur. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan VI. Surabaya : Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2009. Deposisi asam. Jakarta Timur 13410.
Lestari, R.P., Sofia, Y., Nelson, R., Gifrianto, R., dan Rachmawati E. (2019). Pemantauan dampak deposisi asam terhadap kualitas parameter kimia di Situ Patenggang Bandung. Jurnal ECOLAB.13(2), 97-106.
L. Duan et al., (2016). Acid Deposition in Asia: Emissions, Deposition, and Ecoosystem Effects. Atmospheric Environment, vol. 146, p. 55-69,
M. Wondyfraw, (2014). Mechanisms and Effects of Acid Rain on Environment. Journal of Earth Science and Climate Change, vol. 5, p. 1-3.
Lilik S, (2019). Mengenal Varian Deposisi Zat Kimia di Atmosfer. Jurnal Antasena, vol. 4 No. 1.
Komentar
Posting Komentar